rumahinfodewe. Dalam tatanan global saat ini, kita dihadapkan pada berbagai tantangan, terutama untuk berkiprah dalam era kesejagatan, khususnya globalisasi pasar bebas di lingkungan Negara-negara ASEAN, seperti AFTA(Asean Free Trade Area), dan AFLA( Asean Free Labour Area), maupun di kawasan Negara-negara Asia Pasifik (APEC), MEA (Masyarakat Ekonomi Asia). Era globalisasi dan pasar bebas telah menimbulkan berbagai kesemrawutan, sehingga manusia dihadapkan pada perubahan-perubahan yang sangat kompleks (compelexity) dan tidak menentu, ibarat nelayan di lautan lepas bila tidak punya kendali bisa menyesatkan. Menyikapi dunia kerja saat ini, jika tidak memiliki “one to one relationship”, maka yang terjadi akan banyaknya pengangguran lulusan-lulusan sekolah setingkat SMA/SMK, bahkan perguruan tinggi. Kesenjangan antara output dan input kerja semakin tahun semakin bertambah besar. Sejak tahun 1998 UNESCO telah mengemukakan dua basis landasan pendidikan: pertama; pendidikan harus diletakkan pada tiga pilar yaitu: belajar mengetahui (learning to live together), belajar menjadi diri sendiri (learning to be), belajar seumur hidup (life long learning). Berdasarkan tujuan pendidikan nasional seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945, yaitu: mencerdaskan kehidupan bangsa, maka untuk mendapatkan pendidikan yang layak merupakan hak setiap warga Negara Indonesia. Disisi lain kultur yang harus dikembangkan dalam dunia pendidikan perlu disikapi dengan bijak, karena pada kahirnya aspek cultural dari kehidupan manuasia, terutama yang berkaitan dengan pendidikan nilai dan sikap menjadi lebih penting dibanding pertumbuhan ekonomi yang serba ruwet. Pendidikan nilai dan sikap, yang sekarang lebih popular dengan istilah “pendidika karakter” merupakan upaya untuk membantu perkembangan jiwa anak-anak baik lahir maupun batin dari sifat kodratinya menuju ke arah peradaban yang manusiawi dan lebih baik. Menghadapi berbagai masalah dan tantangan di atas, perlu dilakukan penataan terhadap sistem pendidikan secara utuh dan menyeluruh, terutama berkaitan dengan kualitas pendidikan, serta relevansinya dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja. Dalam hal ini, perlu adanya perubahan social yang member arah bahwa pendidikan merupakan pendekatan dasar dalam proses perubahan itu. Pendidikan adalah kehidupan, untuk itu kegiatan belajar harus dapat membekali peserta didik dengan kecakapan hidup (life skill/life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan dan kebutuhan peserta didik. Pemecahan masalah secara reflektif sangat penting dalam pembelajaran yang dilakukan melalui kerjasama secara demokratis. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan terus-menerus dilakukan baik secara konvensional maupun inovatif. Hal tersebut lebih terfokus lagi setelah diamanatkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan mutu pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Pemerintah juga telah lama mencanangkan Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan, namun kenyatanya masih jauh dari harapan, bahkan dalam hal tertentu ada gejala penurunan dan kemerosotan. Misalnya, kemerosotan moral peserta didik, yang ditandai dengan maraknya perkelahian antar pelajar dan perkelahian antar mahasiswa, kecurangan dalam ujian, seperti budaya mencontek dikalangan pelajar saat ini. Berbagai indicator mutu pendidikan juga belum menunjukkan peningkatan yang berarti, bahkan gagal dalam melaksanakan ujian nasional. Sebagian sekolah terutama di perkotaan, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan. Pemerintah juga telah melakukan berbagai upaya penyempurnaan sistem pendidikan, baik melalui penataan perangkat lunak (software) maupun perangkat keras(hardware).
Implementasi dalam membentuk kompetensi siswa dan karakter di sekolah dapat diketahui dari berbagai perilaku sehari-hari yang tampak dalam setiap aktivitas peserta didik dan warga sekolah lainnya. Perilaku tersebut antara lain diwujudkan dalam bentuk: kesadaran, kejujuran, keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, kepedulian, kebebasan dalam bertindak, kecermatan, ketelitian, dan komitmen. Apa yang diungkapkan di atas harus menjadi milik seluruh warga sekolah. Kepala sekolah, guru dan pengawas, bahkan komite sekolah harus memberi contoh dan menjadi suri tauladan dalam mempraktekkan indicator-indikator pendidikan karakter dalam perilaku sehari-hari. Para insan pemegang pendidikan hendaknya berperilaku yang baik, bebas dari korupsi, nepotisme, dan praktek pungli terhadap siswa didik atau anggaran Negara. Dengan demikian akan tercipta iklim yang kondusif bagi pembentukan karakter peserta didik, dan seluruh warga sekolah, sehingga pendidikan karakter tidak hanya dijadikan ajang pembelajaran saja, tetapi menjadi
tanggungjawab semua warga sekolah untuk membina dan mengembangkannya. Kendati telah mengalami perubahan dan revisi keterlaksanaannya, ada beberapa sisi positif yang dapat dirasakan satuan pendidikan yang sudah menerapkan kurikulum 2013. Beberapa indicator terlaksanannya Kurikulum 2013, antara lain:
1. Adanya lulusan yang berkualitas, produktif, kreatif dan mandiri;
2. Adanya peningkatan mutu pembelajaran;
3. Adanya peningkatan tanggungjawab sekolah;
4. Adanya peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan dan pendayagunaan sumber belajar;
5. Adanya peningkatan perhatian serta partisipasi dari masyarakat;
6. Tumbuhnya sikap, keterampilan, dan pengetahuan secara utuh di kalangan peserta didik;
7. Terwujudnya pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan;
8. Terciptanya iklim yang aman, nyaman dan tertib, sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang dan menyenangkan (joyful learning);
9. Adanya proses evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan (continuous quality improvement).
Implementasi Kurikulumm 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi, pendidikan karakter bukan hanya tanggungjawab sekolah semata, tetepi merupakan tanggung jawab semua pihak diantaranya orang tua, pemerintah, dan masyarakat. Oleh karena itu pengembangan rencana, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran dimulai dari analisis karakter dan kompetensi yang akan dibentuk, atau yang diharapkan, muncul setelah pembelajaran. Bedanya dengan kurikulum lain, Kurikulum 2013 lebih focus dan berangkat dari karakter serta kompetensi yang akan dibentuk, baru memikirkan untuk mengembangkan tujuan yang akan dicapai. Semua komponen lebih diarahkan pada pembentukan karakter dan kompetensi peserta didik yang diharapkan, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, baik dalam real curriculum, maupun dalam hidden curriculum. Dalam hal ini, semakin banyak pihak yang terlibat dalam pembentukan karakter dan kompetensi, akan semakin efektif hasil yang diperoleh. Oleh karena itu untuk mengefektifkan program pendidikan karakter dan meningkatkan kompetensi diperlukan koordinasi, komunikasi dan jalinan kerja sama antara sekolah, orang tua, masyarakat, dan pemerintah, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi dan pengawasannya.
Pendidikan Karakter
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:623) yang dimaksud Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan; tabiat; watak. Budi merupakan alat batin yang merupakan panduan akal dan perasaan untuk menimbang baik buruk; tabiat, akhlak, watak, perbuatan baik; daya upaya dan akal. Perilaku diartikan sebagai tanggapan atau reaksi individu yang berwujud dalam gerakan (sikap) tidak hanya badan tetapi juga ucapan. Pendidikan karakter berkaitan dengan sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa serta alam sekitar. Istilah karakkter dalam terminology Islam lebih dikenal dengan akhlaq. Untuk itu struktur akhlaq (karakter islam) harus bersendikan pana nilai-nilai pengetahuan ilahiah, bermuara dari nilai-nilai kemanusiaan dan berlandaskan pada ilmu pengetahuan. Pembentukan karakter perlu diawali dengan pengetahuan(teori). Pengetahuan (teori) tersebut bisa bersumber dari pengetahuan agama, social, ataupun budaya.
Dalam hal ini dapat diartikan bahwa karakter identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungannya, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, social, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat. Jadi karakter peserta didik merupakan suatu kualitas atau sifat baik yang mendasarkan pada norma agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional yang terus menerus dan kekal yang dapat dijadikan identitas individu, sebagai hasil dari pengalaman belajar peserta didik di sekolah dan di masyarakat.
Perkembangan teknologi informasi yang berakibat pada perubahan positif dan negative, perlu disikapi dengan baik dan bijak, apalagi kesibukan yang harus dilakukan setiap hari menjadikan kita berkurang dalam membimbing anak. Pengaruh internet, narkoba, kenakalan remaja hingga pergaulan bebas, saat ini menjadi keprihatinan para orang tua dan pendidik. Pendampingan dan pengarahan yang sangat baik kepada anak atau peserta didik harus terus dilakukan, sehingga anak menjadi tahu bagaimana membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Pengaruh pergaulan di luar sekolah lebih dominan melekat pada anak dibandingkan dengan pergaulan di sekolah. Dalam 24 jam setiap hari, keberadaan anak di sekolah cuma membutuhkan waktu sepertiganya, sehingga banyak waktu yang dilakukan di rumah dan luar sekolah. Memang guru mempunyai tanggung jawab penting di sekolah terhadap perkembangan peserta didiknya, namun keterlibatan orang tua dan masyarakat juga tidak kalah pentingya. Dalam rencana strategi pendidikan nasional, sedikitnya terdapat lima permasalahan utama yang pemecahannya harus diprioritaskan, permasalahan tersebut antara lain:
1. Upaya peningkatan mutu pendidikan dilakukan dengan menetapkan tujuan dan standar kompetensi pendidikan, yaitu melalui consensus nasional antara pemerintah dengan seluruh lapisan masyarakat. Standar kompetensi yang mungkin akan berbeda antar sekolah atau daerah akan menghasilkan standar kompetensi nasional dalam tingkat standar minimal, normal (mainstream) dan unggulan.
2. Peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan mangarah pada penataan kurikulum berbasis kompetensi dan karakter, dengan member kepercayaan yang lebih luas kepada sekolah untuk mengoptimalkan sumber daya yang tersedia bagi tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan.
3. Peningkatan relevansi pendidikan mengarah pada pendidikan berbasis masyarakat, dengan pendekatan, partisipatif. Peningkatan peran serta partisipasi orang tua dan masyarakat pada level kebijakan (pengambilan keputusan) dan level operasional melalui komite sekolah.
4. Pemerataan layanan pendidikan mengarah pada pendidikan yang berkeadilan. Hal ini berkenaan dengan penerapan formula pembiayaan pendidikan yang adil dan transparan, upaya pemerataan mutu pendidikan dengan adanya standar kompetensi minimal serta pemerataan pelayanan pendidikan bagi peserta didik pada semua lapisan masyarakat.
5. Pendidikan berkarakter untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai filosofis dan mengembangkan seluruh karakter bangsa dalam berbagai jenis dan jenjang pendidikan secara utuh dan menyeluruh. Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI), pendidikan karakter harus mengandung perekat bangsa yang memiliki beragam budaya dalam wujud kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan komitmen masyarakat.
Solusi Pemecahan
Pendidikan karakter di sekolah dapat diterapkan di setiap pembelajaran apapun materi pelajarannnya, sebab nilai-nilai spiritual, moral, budaya dan etika akan melekat disetiap materi pembelajaran. Suatu contoh materi matematika tentang rumus phytagoras, yang menganalogikan bahwa setiap garis bila diakumulasikan akan ketemu pada satu titik yang sama, hal ini jika dihubungkan dengan kehidupan spiritual, maka kita sebagai makhluk di dunia ini akan mengabdi pada satu kekuatan titik tertentu yaitu Tuha Yang Maha Esa. Demikian halnya pada materi IPA/Fisika tentang penerangan cahaya lampu yang ditemukan oleh Thomas Alfa Edison, yang menrangkan suatu kekuatan energy yang bisa memberikan energy lainnya yang kuat dan bermanfaat bagi kehidupan, energy kita juga berasal dari pemberian yang sangat kuat yaitu Tuhan Yan Maha Esa.
Pemanfaatan fasilitas sekolah yang mendorong peserta didik terbentuk karakternya, yaitu dengan ikut terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler dan organisasi lainnya di sekolah. Keterlibatan guru dan siswa disini merupakan langkah yang bisa menumbuhkan anak bersikap dewasa dalam berpikir, belajar berorganisasi dan melatih disiplin diri. Peranan pembina ekstrakurikuler sangatlah penting dalam mendampingi dan mengarahkan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Dengan ikutsertanya anak-anak dalam kegiatan ekstrakuri kuler diharapkan kepribadian anak menjadi berkembang, anak menjadi lebih dewasa dalam bertindak, tidak kuper alias kurang pergaulan, serta yang lebih penting lagi adalah anak menjadi termotivasi dalam belajarnya dibidang akademik. Paling tidak, pasti ada perbedaaan karakter antara siswa yang ikut organisasi di sekolah dengan yang tidak ikut organisasi sekolah sama sekali.
Saat ini yang membuat dilematis di dunia pendidikan, yaitu guru menjadi serba salah apabila harus menghukum siswanya yang melakukan kesalahan, karena menghukum dengan tamparan atau cubitan sekarang sudah bukan jamannya lagi, bahkan sudah ada Undang-Undang yang melindungi anak dan perempuan. Tetapi sebagai pembelaan diri guru juga harus memiliki paying hukum yang jelas yang dapat melindungi haknya sebagai pendidik disekolah. Posisi guru harus diperkuat oleh atasan pengambil kebijakan, dalam hal ini pemerintah daerah dan kementrian pendidikan, sehingga tidak ada lagi seorang guru dipidanakan bila menangani sisw yang nakal, kecuali kalau memang oknum guru melakukan tindak kriminalitas atau tindakan asusila, maka ranak hukum yang member sanksi. Dalam menyikapi permasalahan dunia pendidikan tersebut, kenyataanya memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, perlu adanya komitmen kesadaran dari pendidik sendiri, pihak orang tua, dan masyarakat umunya untuk saling bahu membahu bekerja sama dan saling mengingatkan dalam proses pembentukan karakter anak didik sebagai generasi muda bangsa Indonesia.