> RUMAH INFO DEWE: Mengaktifkan Peran Pemuda Dalam Dunia Pendidikan

Tuesday, February 20, 2018

Mengaktifkan Peran Pemuda Dalam Dunia Pendidikan

rumahinfodewe. Sudah tak terbantahkan lagi bila peran pemuda dalam berbagai pilar tegaknya Negara sangatlah penting. Dalam proses berdirinya Negara Indonesia banyak diwarnai dengan munculnya tokoh-tokoh pemuda yang mampu menorehkan tinta emas dalam bingkai lukisan terindah bangsa kita. Tidak hanya mereka yang mengangkat senjata, perjuangan bangsa melalui berbagai pergerakan organisasi telah mendudukan pemuda sebagai pelopor pergerakan yang menjadikan pondasi dasar terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini. 


A. Tokoh Pendidikan Pada Masa Perjuangan 

Kita mengenal tiga sosok tersohor yang mewarnai perjuangan bangsa Indonesia khususnya dalam dunia pendidikan. Tiga nama besar tersebut adalah Ki Hajar Dewantara, R.A Kartini dan Dewi Sartika. Lantas apa kaitannya dengan pemuda?Tampak tak ada unsure pemuda dalam diri Ki Hajar Dewantara, R.A Kartini dan Dewi Sartika. Entah apa sebabnya sehingga sisi muda mereka seakan tak tampak. Apakah karena perjuangan dalam tempo lama, julukan Ki/Ibu atau juga mungkin foto yang banyak tersebar menyiratkan sosok tokoh pemuda yang sudah tua. Padahal dari ketiga tokoh tersebut hanya Ki Hajar Dewantara yang memulai terjun di dunia pendidikan dalam usia matang dan sudah tidak lajang lagi. Ki Hajar Dewantara memulai mengarahkan perjuangannya melalui dunia pendidikan saat usianya 24 tahun sewaktu beliau diasingkan ke Belanda akibat tulisan-tulisannya sebagai wartawan sangat tajam mengkritisi pemerintah Hindia Belanda. Enam tahun kemudian Ki Hajar Dewantara kembali ke Indonesia dan berjuang secara nyata di jalur pendidikan.

Ki Hajar Dewantara menikah pada tahun 1907 ketika usinya 18 tahun. Meskipun usianya masih muda saat memulai perjuangan di dunia pendidikan, bantahan akan kepemudaan beliau tak bisa dielakkan karena statusnya.

Bagaimana dengan kedua tokoh lainnya? R.A Kartini dan Dewi Sartika. R.A Kartini merupakan pejuang emansipasi wanita yang pada hakekatnya ingin membuka wawasan/ilmu pengetahuan (pendidikan) bagi kaum wanita. Beliau telah banyak melakukan korespondensi untuk mewujudkan cita-citanya pada usia 20 tahun. Meskipun di usia 12 tahun R.A Kartini telah dipingit, namun menginjak usia ke 20 tersebut statusnya masih belum menikah. Jadi dapat dikatakan perjuangannya saat itu sebagai perjuangan seorang pemudi yang bernama Kartini.

Kartini terus melakukan perjuangannya walau sudah menikah di usia 24 tahun. Beliau wafat di usia 25 tahun. Meskipun singkat usia seorang Kartini, perjuangan pemudi Kartini lebih panjang daripada perjuangan seorang ibu R.A Kartini.

Tokoh lain yang tidak kalah penting dari sosok R.A Kartini dalam perjuanganny di dunia pendidikan adalah Dewi Sartika. Dewi Sartika adalah pahlawan pendidikan bagi kaum wanita tida beda halnya dengan R.A Kartini yang memperjuangan pendidikan bagi kaum wanita yang dulunya hanya dianggap sebagai kaum wingking(istilah jawanya) atau hanya bekerja di dapur. Sejak kecil sampai usia remaja Dewi Sartika telah memperagakan menjadi seorang guru bagi anak-anak pembantu di lingkungan keluarga bangsawan. Alhasil anak-anak pembantu tersebut bisa membaca dan menulis. Dan perjuangan Dewi Sartika terus berlanjut bahkan nantinya beliau mendirikan sekolah-sekolah bagi kaum wanita.

Jadi jelaslah sudah bahwa pada masa perjuangan peran pemuda tidak bisa disangsikan lagi. Pemuda meiliki peran yang besar dalam perjuangan di dunia pendidikan pada waktu itu. Belum lagi para tokoh pergerakan yang dengan oragnisasinya berusahan mengentaskan rakyat Indonesia dari kebodohan.


B. Peranan Pemuda Saat Ini Di Dunia Pendidikan

Berbicara mengenai dunia pendidikan, bayangan kita akan tertuju pada sekolah-sekolah formal yang ada pada saat ini. Memang kenyataannya kemajuan pendidikan sering diukur dari kemajuan lembaga-lembaga tersebut. Sekolah yang merupakan tempat pendidikan para pelajar, di dalamnya terdapat guru/pendidik yang salah satu tugasnya adalah mengarahkan siswanya. Maka perjuangan pendidikan di sekolah berada di pundak para guru.

Lantas apakah di sekolah kita akan menemui banyak pendidika muda? Sebagai contoh sekolah dasar yang memiliki 8 guru ( 6 guru kelas dan 2 guru bidang study). Berapakah pemuda pendidik di sekolah dasar? Kalaupun ada tentu rasionya hanya sedikit bahkan tidak ada sama sekali. Kebanyakan sekolah dasar masih diisi oleh guru yang bisa kita katakana sudah waktunya diregenerasi.

Guru yang masih muda biasanya mereka yang baru lulus kuliah dan segera diangkat menjadi guru yang nantinya bisa sebagai generasi penerus guru yang sudah memasuki usia pensiun. Atau juga bisa menjadai tenaga honorer. Mereka sering terlihat mencolok dengan etos kerja yang tinggi. Mungkin itulah mengapa sebabnya perusahaan-perusahaan besar lebih suka merekrut fresh graduate daripada mereka yang telah memiliki pengalaman kerja.


C. Kesempatan Pemuda Ikut Andil Di Dunia Pendidikan

Dalam lingkup sekolah dasar kesempatan pemuda turut andil di sekolah tergolong kecil, yakni penambahan tenaga pendidika yang kebetulan masih muda. Setelah berjalan bertahun-tahun dengan terpenuhinya tenaga pendidik maka peranan pemuda semakin berkurang. Apalagi si pendidik muta tersebut sudah mengajar sekian tahun dengan keadaan tidka muda lagi, praktis selama itu peranan pemuda tidak ada.

Peranan pemuda sering hanya bersifat incidental saja, seperti dengan adanya kegiatan yang dilakukan sekolah yang memerlukan keterlibatan pemuda. Sehingga kesempatan pemuda untuk berperan lebih dalam lagi sangat-sangatlah kecil.


D. Potensi Yang Sering Tidak Diketahui

Beberapa kali kita sering mengalami kejadian dimana kita mengetahui kemampuan orang di sekitar kita justru orang lain atau media masa. Begitu juga lembaga sekolah dasar sering mendengar berita tentang prestasi pemuda di sekitar lingkungan skeolah dari media masa ataupun media elektronik.

Alangkah efektifnya jika potensi pemuda yang ada dilingkungan sekolah dimanfaatkan dengan baik oleh sekolah untuk kemajuan bersama. Rasa memiliki terhadap lembaga yang ada ditempat tinggalnya tentu akam menambah semangat bagi para pemuda untuk menyalurkan ilmunya dengan rasa ikhlas.


E. Mengaktifkan Pemuda Berpotensi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler

Tak jarang kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dasar bersifat standar atau sama dengan sekolah dasar lainnya yang berada dalam lingkup unit pelaksana teknis. Dasar pengadaan kegiatan ekstrakurikuler kurang jelas. Padahal dalam PP Nomor 62 Tahun 2014 pasal 2 disebutkan bahwa Kegiatan ekstrakurikuler diselenggarakan dengan tujuan untuk mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerjasama dan kemandirian peserta didik secara optimal dalam rangka mendukung pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Lebih lanjut dalam pasal 4 ayat 2 disebutkan bahwa Pengembangan berbagai bentuk Kegiatan Ekstrakurikuler Pilihan dilakukan melalui tahapan :

1. Indentifikasi kebutuhan, potensi, dan minat peserta didik;
2. Analisis sumber daya yang diperlukan untuk penyelenggaraannya;
3. Pemenuhan kebutuhan sumber daya sesuai pilihan peserta didik atau menyalurkannya ke satuan pendidikan atau lembaga lainnya;
4. Penyusunan program kegiatan ekstrakurikuler; dan
5. Penetapan bentuk kegiatan yang diselenggarakan.

Memeprhatikan pasal-pasal tersebut di atas sekolah hendaknya memanfaatkan sumber daya generasi muda yang berdomisili di sekitar lingkungan sekolah. Apalagi jika siswa menjadikan pemuda sebagi figure di lingkungannya yang mahir dalam bidang tertentu. Maka tujuan penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler akan tercapai.


F. Keterlibatan Komite Sekolah dalam Pemenuhan Sumber Daya

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Bab I Pasal 1 ayat 42 disebutkan bahwa Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli dalam dunia pendidikan.

Komite tentu lebih mengetahui keadaan di lingkungan masyarakat dimana ada warga khususnya pemuda yang memiliki potensi. Misalkan si A masih duduk di bangku SMA mahir meluksi, si B mahir main bola voli, si C mahir main sepak bola dan sebagainya. Mereka bisa direkrut untuk melatih anak-anak sekolah dasar pada jam di luar sekolah. Keaktifan pemuda dan komite juga dappat membuktikan bahwa adanya keaktifan masyarakat untuk peduli terhadap sekolah. Masih pada PP Nomor 17 tahun 2010 Bab XIV pasal 186 dijelaskan bahwa Masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan melalui berbagai komponen masyarakat, pendidikan berbasis masyarakat, dewan pendidikan, dan komite sekolah/madrasah.

Keaktifan pemuda dari lingkungan sekitar juga meminimalisir dan mencegah kegiatan–kegiatan yang negative dari para pemuda itu sendiri. Peran serta masyarakat dan pemuda diharapkan dapat memajukan pendidikan. Hal ini dikarenan peran serta masyarakat dalan pendidikan berfungsi memperbaiki akses, mutu, daya saing, relevansi, tata kelola, dan akuntabilitas pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan (PP No. 17 tahun 2010 Pasal 187).
 

No comments:

Post a Comment