> RUMAH INFO DEWE: Peran Guru Dalam Pembelajaran Konstekstual

Thursday, February 22, 2018

Peran Guru Dalam Pembelajaran Konstekstual

rumahinfodewe. Ketidakberhasilan siswa dalam mengikuti proses belajar-mengajar di sekolah bukan semata-mata kebodohan murid, tetapi hal ini bisa disebabkan karena kurangnya guru dalam memanfaatkan berbagai macam metode atau bahkan kurang mengikuti berbagai macam inovasi penigkatan kualitas pembelajaran dalam usaha peningkatan kualitas pembelajaran di kelas. Selama ini, kita akui atau tidak, pembelajaran di kelas 75%, menggunakan metode ceramah(penjelasn materi atau hafalan-hafalan saja), dibandingkan dengan praktek. Terbukti pola ini, tidak berhasil karena siswa hanya dibekali kemampuan koqnitif saja, padahal pembelajaran kita, harusnya membekali anak mampu mengatasi masalah yang mereka hadapi ketika mereka terjun di masyarakat dengan ilmu yang mereka dapat dari sekolah. Hendaknya dalam sistem pembelajaran, kita menggunakan azas: “Learn ti know,(belajar mengetahui), Learn to do(belajar untuk melakukan), dan Learn to be(belajar untuk memahami diri). Atau dengan kata lain dalam pembelajaran hendaknya kita memadukan Ability, Skill, dan Knowledge. 

Proses belajara sesungguhnya bukanlah semata kegiatan menghafal. Banyak hal yang kita ingat akan hilang dalam beberapa jam. Ada istilah “what I see I am forget”, what I listen I remember, dan what I do I understand. Mempelajari bukanlah menelan semuanya, untuk mengingat apa yang telah diajarkan. Siswa harus bisa mengolah atau memahaminya. Seorang guru tidak dapat dengan serta merta menuangkan sesuatu ke dalam benak para siswanya, karena mereka asendirilah yang harus menata apa yang mereka dengar dan lihat menjadi satu-kesatuan yang bermakna. Tanpa peluang untuk mendiskusikan, mengajukan pertanyaan, mempraktikkan dan barangkali bahkan mengajarkannya kepada siswa yang lalu proses belajra yang sesungguhnya tidak akan terjadi. 

Lebih lanjut, belajar bukanlah kegiatan sekali tembak. Proses belajar berlangsung kontinu atau terus menerus. Belajar memerlukan kedekatan dengan materi yang hendak dipelajari, jauh sebelum memahaminya. Belajar juga memerlukan kedekatan dengan berbagai macam hal, bukan hanya sekedar pengulangan atau hafalan. Sebagai contoh pelajaran Matematika biasa diajarkan dengan media yag konkret, melalui buku-buku latihan, dan dengan penerapan dalam kegiatan dalam kehidupan sehari-hari. Masing-masing cara dalam menyajikan konsep akan menentukan pemahaman siswa. Yang lebih penting lagi adalah bagaimana kedekatan itu berlangsung. Jika ini terjadi pada peserta didik, dia akan merasakan sedikit keterlibatan mental. Ketika kegiatan belajar sifatnya pasif, siswa mengikuti pembelajaran tanpa rasa keingintahuan, tanpa mengajukan pertanyaan, dan tanpa minat terhadap hasilnya (kecuali mungkin nilai yang akan siswa peroleh). Ketika kegiatan belajar birsifat aktif, siswa akan mengupayakan sesuatu. Dia menginginkan jawaban atas sebuah pertanyaan, membutuhkan informasi untuk memecahkan masalah, atau mencari cara untuk mengerjakan tugas. 

Berdasarkan pada uraian di atas, seorang guru hendaknya selalu mengikuti inovasi pembelajaran, dalam usaha meningkatkan kualitas pengajarannya dan menigkatkan prestasi belajar siswanya. Guru yang kaya akan metode pengajaran serat mampu melaksankannya dalam arti tidak meonoton, akan mendorong motivasi belajar siswa. Salah satu model pembelajaran yang guru bisa guanakan dalan pembelajaran di dalam kelas adalah Model Pembelajaran Kontekstual. 

Peran guru yang optimal dalam pembelajaran kontekstual, sangat diperlukan agar pembelajaran tersebut dapat berhasil dengan sukses dan mencapai prestasi yang baik. Agar proses pembelajaran kontekstual lebih efektif, ada beberapa hal yang perlu dilaksankan oleh para pendidik, antara lain sebagai berikut: 

1. Mengkaji konsep dan kompetensi dasar yang akan dipelajari oleh siswa; 
2. Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama; 
3. Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa, selanjutnya memilih dan mengaitkannya dengan konsep dan kompetensi yang akan dibahas dalam proses pembelajaran kontekstual; 
4. Merancang pengajaan dengan mengaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan kehidupan mereka; 
5. Melaksanakan pengajaran dengan selalu mendorong siswa untuk mengaitkan apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan/pangalaman yang telah dimiliki sebelumnya dan mengaitkan apa yang dipelajarinya dengan fenomena kehidupan sehari-hari. Selanjutnya siswa didorong untuk membangun kesimpulan yang merupakan pemahaman siswa terhadap konsep atau teori yang sedang dipelajarinya; 
6. Melakukan penilaian terhadap pemahan siswa. Hasil penilaian tersebut dijadikan sebagai bahan refleksi terhadap rancangan pembelajaran dan pelaksanaannya. 

Sehubungan dengan penjelasan tersebut di atas, strategi pembelajaran yang dipilih guru harus memnuhi syarat sebagai berikut: 

1. Menekankan pada pemecahan masalah/problem. Pengajaran kontekstual dapat dimulai dengan suatu simulasi atau masalah nyata. Dalam hal ini, siswa menggunakan ketermapilan berpikir kritis dan pendekatan sistematik untuk menemukan dan mengungkap masalah atau isu-isu, dan mungkin juga menggunakan berbagai isi materi pembelajaran untuk menyelesaikan masalah. Masalah yang dimaksudkan adalah yang relevan dengan keluarga siswa, pengalaman, sekolah, tempat kerja, dan masyarakat, yang memiliki arti penting bagi siswa. 

2. Mengakui kebutuhan pembelajaran terjadi di berbagai konteks, misalnya rumah, masyarakat, dan tempat kerja. Pembelajaran kontekstual menyarankan bahwa pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari fisik dan konteks social dimana anak berkembang. Bagaimana dan dimana siswa memperoleh dan memunculkan pengetahuan selanjutnya menjadi sangat berarti, dan pengalaman belajarnya akan diperkaya jika ia mempelajari keterampilan di dalam konteks yang bervariasi(rumah, masyarakat, tempat kerja, dan keluarga). 

3. Mengontrol dan mengarahkan pembelajaran siswa, sehingga mereka menjadi pembelajar yang mandiri(self regulated learnes). Akhirnya siswa harus menjadi pembelajar sepanjang hayat yang mampu mencari, menganalisis, dan menggunakan informasi tanpa atau dengan sedikit bimgbingan, dan semakin menyadari bagaimana mereka memproses informasi, menggunakan strategi pemecahan masalah, serat memanfaatkannya. Untuk mencapai itu, melalui pembelajaran kontekstual, siswa harus diperkenankan melakukan ujicoba (trial an error), menggunakan waktu dan struktur materi untuk relfeksi, dan memperoleh dukungan yang cukup serta bantuan untuk berubah dari pembelajar dependen menjadi pembelajar yang independen. 

4. Bermuara pada keragaman konteks hidup yang dimilki siswa. Secara menyeluruh ternyata populasi siswa sangatlah beragam ditinjau dari perbedaan dalam nilai, adat istiadat social, dan perspektif. Di dalam proses pembelajaran kontekstual, perbedaan tersebut dapat menjadu daya pendorong untuk belajar dan sekaligus menambah kompleksitas pembelejaran itu sendiri. Kerja sama tim dan aktivitas kelompok belajar di dalam proses pembelajaran kontekstual sangatlah mengahrgai keragaman siswa, memperluas perspektif, dan membangun keterampilan interpersonal (yaitu berpikir melalui berkomunikasi dengan orang lain) (Garner, 1993). 

5. Mendorong siswa untuk belajara dari sesamanya dan bersama-sama atau menggunakan kelompok belajar interdependen (interdependent learning group). Siswa akan dipengaruhi dan sekaligus berkontribusoi terhadap pengetahuan dan kepercayaan orang lain. Kelompok belajara atau komunitas pembeljaran akan terbentu di dalam tempat kerja dan sekolah kaitannya dengan suatu usaha untuk bersama-sama memakai pengetahuan, memusatkan pada tujuan pembelajaran, dan memperkenankan semua orang untuk belajar dari sesamanya. Dalam hal ini, para pendidik harus beertindak sebagai fasilitator, pelatih, dan pembimbing akademis. 

6. Menggunakan penialian autentik(authentic assessment). Pembelajaran kontekstual diharapkan membangun pengetahuan dan keterampilan dengan cara yang bermakna melalui pengikutsertaan siswa ke dalam kehidupan nyata atau konteks autentik. Untuk proses pembelajaran yang demikian, diperlukan suatub bentuuk penilaian yang didasarka pada metodologi dan tujuan dari pembelajaran itu sendiri, yang disebut dengan penilaian autentik. Penialian autentik menunjukkan bahwa pembelajaran telah terjadi; menyatu ke dalam proses belajar-mengajar; dan memberikan kesempatan dan arahan kepada siswa untuk maju; dan sekaligus dipergunakan sebagai alat control untuk melihat kemajuan siswa dan umpan balik bagi praktek pengajaran.

Baca Juga :

Disamping itu, dalam mensukseskan pembelajaran kontekstual dalam kelas, ada beberapa strategi yang hendaknya digunakan oleh para guru, diantaranya: 

1. Relating. Belajar mengaitkan dengan konteks kehidupan nyata/real; 
2. Experriencing. Belajar ditekankan kepada penggalian (eksplorasi), penemuan (discovery), dan penciptaan (invention); 
3. Applaying. Belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan di dalam konteks pemanfaatannya; 
4. Cooperating. Belajar melalui konteks komunikasi interpersonal, pemakian bersama, dan saling menghargai’ 
5. Transfering. Belajar melalui pemanfaatan pengetahuan di dalam situasi atau konteks baru.

No comments:

Post a Comment